Letak Geografis Kerajaan Majapahit
Secara
geografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena adanya di
daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo,
serta anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu.
Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit
Pada
saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang
bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari
selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana
Kerajaan Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar Kertanegara
telah terbunuh bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan
diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk
desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan
dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki tahta,
dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah
kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin
Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara,
maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang
Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora
merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden
Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol
terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya
naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Raja-raja Majapahit
- Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan
pendiri kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahannya, Raden Wijaya
dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam merintis berdirinya
Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya diberi
kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden
Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan
pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan
Singasari.
- Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala
Gemet naik tahta menggantikan ayahnya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada
Masa pemerintahannnya ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan.
Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka, pemberontakan Lembu Sora
1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan Gajah Biru
1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa
Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya,
hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi.
Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca
akhirnya dibunuh pula oleh Gajah Mada.
- Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Raja
Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, oleh karena
itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri, tetapi karena ia telah
menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan
dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang
bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang
dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini
berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih
Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan
Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan
kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu
oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah Mada bersumpah
tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu
dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah
sebagai berikut :”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun
kalah ring Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik,
samana sun amukti palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan
penaklukan-penaklukan.
- Hayam Wuruk
Hayam
Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh
Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia
yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke
negara-negara tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada
kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah
kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri
Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka)
serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di
Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau
perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia
menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai
upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya
perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri
Sunda bunuh diri.
Tahun
1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang
mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali
mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan
bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi
kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais
Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami
sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
- Wikramawardhana
Putri
mahkota Kusumawardhani yang naik tahta menggantikan ayahnya bersuamikan
Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan
roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir,
karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak
berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi
kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah
Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre
Wirabhumi disebut perang Paregreg.
Wikramawardhana
meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut
adalah Suhita, Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya
V, yang tidak luput ditandai perebutan kekuasaan.
Sumber Sejarah berdirinya Kerajaan Majaahit
Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :
Prasasti
Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah
ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa
keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk
mendirikan kerajaan
Kidung
Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan
Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal
perkembangan Majapahit
Kitab Pararaton, menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Kehidupan Politik
Majapahit
selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing,
seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu
terbukti sekitar tahun 1370 – 1381, Majapahit telah beberapa kali
mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita
kronik Cina dari Dinasti Ming.
Raja
kerajaan Majapahit sebagai negarawan ulung juga sebagai
politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh Raden Wiajaya,
Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan kerajaan
besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat
pemerintahan Majapahit :
1. Raja
2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i –hulu
c. Mahamantri i-sirikan
4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
a. Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi)
b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan)
c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler) dan
e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5.
Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing-masing dharmadyaka
dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut Upapat. Pada masa
hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain
pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja
daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah.
Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer.
Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem
pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat
teratur.
Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Majapahit
Hubungan
persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangat mendukung
dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan). Wilayah kerajaan
Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan yang menghasilkan
berbagai sumber barang dagangan.
Barang
dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi,
intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.
Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting.
Sebagai
kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan
kondisi tanah yang sangat subur. Dengan daerah subur itu maka kerajaan
Majapahit merupakan produsen barang dagangan.
Sebagai
Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah
yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur
mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti
perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui
peninggalan-peninggalan berikut ini :
Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi
Sastra Zaman Majapahit Awal
Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca
Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular
Kitab Kunjarakarna
Kitab Parhayajna
Sastra Zaman Majapahit Akhir
Hasil
sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah,
diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang
ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting antara
lain :
Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit
Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa Bubat
Kitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora
Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe
Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
Kitab
Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan
Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja
raksasa bernama Maya Denawa.
Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan di Pulau Bali.
Selain
kitab-kitab tersebut masih ada lagi kitab sastra yang penting pada
zaman Majapahit akhir seperti Kitab Paman Cangah, Tantu Pagelaran, Calon
Arang, Korawasrama, Babhulisah, Tantri Kamandaka dan Pancatantra.
by : meycin permatasari