SEJARAH SBG SENI
Sejarah dapat berperan sebagai seni yang mengedepankan nilai estetika. Jadi, sejarah dalam hal ini bukanlah dipandang dari segi etika atau logika. Menurut pemikiran Dithley, seorang sejarawan dan filsuf modern, sejarah adalah pengetahuan tentang cita rasa. Sejarah tidak saja mempelajari segala yang bergerak dan berubah yang tampak dipermukaan, namun juga mempelajari motivasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi si pelaku sejarah. Ia mempelajari suatu proses dinamis kehidupan manusia yang di dalamnya terlihat adanya hubungan sebab-akibat yang lumayan rumit. Dithley meragukan teori yang diungkapkan Comte, Mills, dan Spencer yang menyatakan bahwa metode ilmu alam dapat dipergunakan dalam mempelajari sejarah tanpa modifikasi berkelanjutan.
Memang benar bahwa sejarah dapat digali melalui metode ilmiah. Akan tetapi, sejarah itu sendiri memiliki jiwa atau roh, yang tak lain adalah jiwa yang terdapat dalam diri manusia sebagai pelaku sejarah. Jiwalah yang merupakan nyala api manusia dalam kehidupannya. Pendekatan terhadap jiwa sejarah ini hanya dapat dilakukan oleh seni. Jika suatu peristiwa sejarah tak dapat lagi dibuktikan melalui metode ilmiah maka seorang sejarawan diharapkan mampu mengungkap apa yang tersirat dalam peristiwa itu melalui daya imajinasi. Imajinasi ini sangat diperlukan dalam menginterpretasikan sejarah ketika data-data, jejak-jejak, dan informasi sejarah dirasa belum cukup dalam menafsirkan peristiwa sejarah.
Melalui pendekatan seni, fakta sejarah akan menjadi lebih hidup dan bernyawa. Kita pun akan lebih menghayati kejadian sejarah, dapat lebih menghargai tokoh atau manusia yang terjun langsung dalam tragedi dan peristiwa sejarah. Kita bisa lebih menghayati momentum sejarah, misalnya, dengan membaca sastra-sejarah (biasanya dalam bentuk novel, roman).
Misalnya dengan membaca novel Arus Balik karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang menceritakan perubahan politik yang terjadi di Nusantara pada masa Kerajaan Demak mendominasi Kepulauan Nusantara, ketika bangsa Portugis (Peringgi) telah menguasai Selat Malaka. Meskipun tokoh utama dalam novel ini (Wiranggaleng dan Idayu) bersifat fiktif, namun sebagian tokoh lainnya adalah pelaku sejarah yang nyata. Dengan membaca novel- sejarah, kita juga akan membaca sejarah sebagai kisah dan peristiwa, di samping sebagai seni tentunya. Sejarah sebagai seni dapat menuntun kita kepada realitas bahwa pelaku sejarah adalah manusia juga seperti kita yang memiliki rasa cinta, persahabatan, tanggung jawab sebagai individu dan selaku warga negara. Melaluinya kita dapat melihat pula kelemahan, rasa takut, sedih, dan kecewa dari mereka para pelaku sejarah. Dengan demikian, sejarah akan menjadi sajian yang kering bila tanpa seni, untuk itu sejarawan memerlukan unsur-unsur seni berupa: intuisi (ilham), yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Imajinasi yang mempunyai arti bahwa sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi dan apa yang terjadi sesudah itu. Emosi dengan perasaan sejarawan diharapkan dapat mempunyai empati untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sejarawan diharapkan bisa menghadirkan peristiwa sejarah seolah-olah mengalami peristiwa sejarah tersebut, sebagai contoh ketika perasaan ini diungkapkan ketika sejarawan menuliskan sejarah tentang revolusi semasa perang kemerdekaan dapat mewariskan nilai-nilai perjuangan bangsa. Gaya Bahasa, dengan gaya bahasa yang baik dalam arti tidak sistematis dan berbelit-belit akan sangat dimengerti, gaya bahasa juga digunakan terkait dengan penggunaan bahasa pada zaman tertentu seperti di zaman Orde Lama yang akrab dengan kata-kata progresif revolusioner, ganyang, marhaenisme, nasakomisasi.
kerajaan kutai
a. Sumber Sejarah
Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.
b. Kehidupan Politik
Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
- Raja Kudungga
Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
- Raja Aswawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.
-Raja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.
c. Runtuhnya Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.
KERAJAAN SINGASARI
Singasari adalah nama dari sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Gunung Kawi di hulu sungai Brantas. Saat ini daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Malang di Propinsi Jawa Timur Indonesia. Pada abad ke-13, Singasari hanya merupakan sebuah desa kecil yang tidak berarti. Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah tersebut dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang saat itu diperintah oleh Raja Kertajaya pada tahun 1222 Masehi. Sejak saat itu ia mendirikan kerajaan yang berpusat di desa Kutaraja serta mengambil nama gelar kebangsawanan sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Baru kemudian pada tahun 1254 Masehi, wilayah tersebut diganti nama dengan nama Singasari oleh cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana. Singasari menjadi kota kerajaan yang menguasai wilayah Jawa bagian Timur dari tahun 1222 sampai 1292 Masehi.
Kerajaan Singasari memiliki keterkaitan dengan kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya pada tahun 1293 Masehi. Sanggramawijaya atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Raden Wijaya adalah cucu dari Narasingamurti dan menantu dari Raja Kertanegara. Kertanegara adalah raja Singasari terakhir yang meninggal terbunuh dalam peperangan melawan tentara pemberontak yang mengatas namakan Kerajaan Kediri di bawah pimpinan Jayakatwang. Raden Wijaya secara resmi menjadi raja Majapahit setelah berhasil mengalahkan tentara Jayakatwang yang telah merebut Singasari. Raden Wijaya melakukannya dengan bantuan tentara Tartar dari China yang awalnya datang ke Jawa untuk tujuan menaklukkan Singasari yang ternyata sudah terlebih dahulu diruntuhkan oleh Jayakatwang.
Kisah tentang kerajaan Singasari, pertama kali disiarkan dalam karya J.L.A. Brandes, Pararaton of het boek der konigen van Tumapel en van Majapahit uitgegeven en toegelicht, di tahun 1896. Dalam karya tersebut J.L.A. Brandes membahas tentang kisah pendiri Singasari sebagaimana tertulis di dalam Serat Pararaton atau yang juga disebut sebagai Katuturanira Ken Arok. Dimulai dengan cerita tentang Ken Arok yang kemudian menjadi pendiri kerajaan Tumapel dan mengambil nama abhiseka Rajasa Sang Amurwabhumi setelah mengalahkan Raja Kertajaya dari Kediri. Sejak saat itu, cerita Ken Arok mulai dikenal di lingkungan kesejarahan Indonesia.
Pararaton adalah manuskrip jawa kuno yang ditulis dalam bentuk dongeng yang berbeda dengan bentuk tulisan sejarah. Oleh karena itu beberapa ahli sejarah menolak kebenaran naskah tersebut. Namun, perlu diperhatikan bahwa cerita itu tidak diperuntukkan bagi para ahli sejarah, melainkan bagi masyarakat Jawa Kuno yang pada saat itu banyak mendapat pengaruh dari kepercayaan Hindu. Maka dengan sendirinya, manuskrip tersebut dikisahkan sesuai dengan alam pikiran masyarakat yang membacanya. Ajaran hinduisme, meliputi diantaranya dewa-dewa, titisan, karma dan yoga. Ajaran itu mempengaruhi alam pikiran masyarakat Jawa dan kesusasteraannya. Pararaton adalah hasil sastra dari zaman itu, maka dengan sendirinya sastra Pararaton juga bersudut pandang ajaran Hinduisme.
Berikut ini adalah ringkasan cerita tentang Ken Arok sebagaimana tertulis di dalam naskah Pararaton.
Bhatara Brahma berjinak-jinak dengan Ken Ndok di lading Lalateng, kemudian berpesan agar Ken Ndok jangan lagi berkumpul dengan suaminya. Larangan Dewa Brahma itu mengakibatkan perceraian dengan suaminya Ken Ndok, Gajah Para. Ken Ndok pulang ke Desa Pangkur, diseberang utara sungai; Gajah Para kembali ke Desa Campara, di seberang selatan. Lima hari kemudian, Gajah Para meninggal, konon karena ia melanggar larangan Dewa Brahma dan karena anak yang masih di dalam kandungan. Setelah sampai bulannya, Ken Ndok melahirkan bayi laki-laki, yang segera dibuang di kuburan akibat menanggung malu. Pada malam harinya, seorang pencuri bernama Lembong tercengang melihat sinar berpancaran di kuburan tersebut. Saat sinar itu didekatinya nampaklah seorang bayi sedang menangis. Karena kasihan maka bayi tersebut dibawanya pulang. Segera tersiar kabar bahwa Lembong mempunyai anak pungut berasal dari kuburan. Mendengar kabar itu, Ken Ndok dating mengunjungi Lembong dan mengaku bayi itu anaknya, lahir dari kekuasaan Bhatara Brahma. Anak itu diberi nama Ken Arok.
Ken Arok tinggal di desa Pangkur sampai dapat menggembalakan kerbau, namun ia suka berjudi. Harta kekayaan Ayah pungutnya habis diperjudikan. Ketika ia disuruh menggembalakan kerbau kepala desa Lebak, kerbau itupun diperjudikannya juga. Akibatnya ayah pungutnya harus membayar uang ganti rugi. Karena kesal, Ken Arok pun diusir dari rumah. Ditengah jalan ia bertemu dengan Bango Samparan, penjudi dari Desa Karuman. Ken Arok dibawa ke tempat perjudian. Pada waktu itu Bango Samparan menang; menurut anggapannya berkat kehadiran Ken Arok. Oleh karena itu Ken Arok diajaknya pulang dan dijadikan anak pungut istri tua Bango Samparan yang kebetulan mandul. Di Karuman, Ken Arok merasa kesepian, karena ia tidak dapat bergaul dengan anak-anak Tirtaja, istri muda Bango Samparan. Kemudian ia pergi dan bertemu dengan Tita, anak Sahaja, kepala desa Siganggeng dan belajar bersama pada seorang guru bernama Janggan. Di rumah Janggan, ia menunjukkan kenakalannya. Buah jambu milik Janggan yang masih mentah diambil dan diruntuhkan. Melihat perbuatan itu, Janggan marah. Ken Arok tidak berani masuk rumah, lalu tidur di luar di atas timbunan jerami kering. Ketika Janggan keluar di malam hari, ia terkejut melihat sinar berpancaran dari timbunan jerami. Ketika didekatinya, ternyata sinar itu berasal dari Ken Arok. Sejak saat itu Janggan sangat menyayangi Ken Arok.
Ken Arok dan Tita tinggal di sebuah pondok di sebelah timur Siganggeng untuk menghadang para pedangang yang lewat, namun kenakalannya tidak sampai disitu saja. Ia berani pula merampok dan merogol gadis penyadap di Desa Kapundungan. Ken Arok menjadi perusuh yang mengganggu keamanan wilayah Tumapel dan menjadi buruan Akuwu (Penguasa daerah). Ken Arok lari dari satu tempat ke tempat lain. Tiap tempat yang didatanginya menjadi tidak aman, namun ia selalu dapat lolos dari bahaya berkat perlindungan Bhatara Brahma.
Ketika Ken Arok berguru kepada Mpu Palot di Turnyatapada, ia diutus untuk mengambil emas pada kepala desa Kabalon. Orang-orang Kabalon tidak percaya bahwa ia adalah utusan Mpu Palot. Karena marah, salah seorang diantara mereka ditikamnya, lalu ia lari ke rumah kepala desa. Segenap penduduk Desa Kabalon mengejarnya, masing-masing bersenjatakan golok atau palu. Sekonyong-konyong terdengar suara dari langit yang berkata: “Jangan kau bunuh orang itu. Ia adalah puteraku. Belum selesai tugasnya di dunia!”. Mendengar suara itu para pengejarnya berhenti, lalu bubar.
Sementara itu, diketahui oleh orang-orang Daha (Kediri) bahwa Ken Arok bersembunyi di Turnyatapada. Dalam kejaran orang-orang Daha, Ken Arok lari ke Desa Tugaran, dari Tugaran ke Gunung Pustaka dan dari situ mengungsi ke Desa Limbahan; dari Desa Limbahan ke Desa Rabut, akhirnya sampai Panitikan. Atas nasihat seorang nenek ia bersembunyi di Gunung Lejar. Dalam persembunyiannya di Gunung Lejar, ia mendengar keputusan para Dewa bahwa ia telah ditakdirkan menjadi raja yang akan menguasai Pulau Jawa.
Brahmana Lohgawe datang dari India ke Pulau Jawa menumpang di atas tiga helai daun kakatang, diutus oleh Bhatara Brahma untuk mencari orang yang bernama Ken Arok. Ciri-cirinya: tanganya panjang melebihi lutut; rajah telapak tangan kanannya ialah cakra, rajah telapak tangan kirinya bertanda cangkang kerang. Kata Bhatara Brahma, ia adalah titisan Dewa Wisnu di suatu candi. Dengan jelas diberitahukan kepadanya, Dewa Wisnu tidak ada lagi di candi pemujaan, karena telah menitis pada orang yang bernama Ken Arok di Pulau Jawa. Ia diperintahkan mencarinya di perjudian. Oleh karena itu, sesampainya Brahmana Lohgawe di Pulau Jawa, ia segera menuju Desa Taloka bertemu dengan Ken Arok.
Ken Arok dibawanya menghadap Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah mendengar uraian pendeta Lohgawe bahwa ia baru saja dating dari Jambudwipa dan maksud kedatangannya ialah untuk menitipkan anak angkatnya, Ken Arok diterima oleh Tunggul Ametung sebagai pembantu.
Istri Tunggul Ametung sangat cantik bernama Ken Dedes, anak tunggal seorang pendeta Budha di Panawijen bernama Mpu Purwa. Konon ketika Tunggul Ametung datang di Panawijen untuk meminang Ken Dedes, kebetulan Mpu Purwa sedang bertapa di tegal. Karena tidak dapat menahan nafsunya, Ken Dedes dilarikan ke Tumapel dan dikawininya. Ketika Mpu Purwa pulang dari pertapaan, mendapatkan rumahnya kosong, lalu menjatuhkan kutuk: “Semoga yang melarikan anak saya tidak akan selamat hidupnya; semoga ia mati kena tikaman keris. Semoga sumur dan sumber air di Panawijen semuanya kering sebagai hukuman kepada para penduduknya, karena mereka itu segan memberitahukan penculikan anak saya. Semoga anak saya yang sudah mendapat wejangan karma amamadangi tetap selamat dan mendapat bahagia!”.
Ketika Ken Arok datang di Tumapel, Ken Dedes telah hamil. Bersama suaminya, ia naik kereta berpesiar ke taman Baboji. Pada waktu Ken Dedes turun dari kereta, tersingkap kain dari betis sampai pahanya. Ken Arok terpesona melihatnya karena rahasia Ken Dedes berpancaran sinar. Sepulangnya dari taman, peristiwa itu diceritakan oleh Ken Arok kepada pendeta Lohgawe. Jawab Lohgawe: “Wanita yang rahasianya menyala, adalah wanita nareswari. Betapapun nestapanya lelaki yang menikahinya, ia akan menjadi raja besar.” Mendengar ujaran itu, Ken Arok terdiam. Timbul niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung, namun Lohgawe tidak setuju.
Ken Arok meminta izin untuk mengunjungi ayah angkatnya Bango Samparan di Desa Karuman. Sesampainya disana, ia menceritakan pengalamannya di taman Baboji kepada Bango Samparan dan menegaskan niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung serta kemudian mengawini Ken Dedes. Bango Samparan member nasihat agar Ken Arok sebelum melaksanakan niatnya supaya pergi dulu ke Lulumbang menemui pandai keris bernama Mpu Gandring, ia adalah kawan karib Bango Samparan. Konon barang siapa kena tikam keris buatannya pasti mati. Nasihatnya, supaya Ken Arok memesan keris kepadanya. Hanya setelah keris pesanan itu selesai ia baru boleh melaksanakan niatnya. Ken Arok berangkat ke Lulumbang dan memesan keris kepada Mpu Gandring. Dalam waktu lima bulan, keris itu supaya sudah selesai. Namun jawab Mpu Gandring, supaya ia diberi waktu setahun agar matang pembuatannya. Ken Arok tetap pada permintaannya, lalu ia pergi. Lima bulan kemudian, Ken Arok kembali ke Lulumbang untuk mengambil keris pesanannya, namun keris itu sedang digerinda. Karena marahnya, keris itu direbut dan ditikamkan pada Mpu Gandring, kemudian dilemparkan ke lumpang pembebekan gerinda. Lumpang pun pecah terbelah. Dilemparkan lagi ke landasan, namun landasan pun pecah berantakan. Ken Arok yakin bahwa keris itu benar-benar ampuh. Sementara itu, Mpu Gandring yang sedang berlelaku, mengumpat: “Hei Arok! Kamu dan anak cucumu sampai tujuh keturunan akan mati karena keris itu juga!” setelah menjatuhkan umpat itu, ia pun mati. Pikir Ken Arok: “Kalau kelak saya benar jadi orang besar, anak cucu Gandring akan mendapat balas jasa,” lalu, Ken Arok pun pulang tergesa-gesa ke Tumapel.
Di Tumapel, Ken Arok memiliki seorang sahabat karib bernama Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat dipercaya oleh Tunggul Ametung, tetapi wataknya suka pamer. Ketika ia melihat keris Ken Arok yang berukiran kayu cangkring, ia meminta Ken Arok untuk meminjamkan kepadanya. Memang itulah maksud Ken Arok, keris kemudian dipinjamkan lalu dipamer-pamerkan Kebo Hijo kepada orang banyak, sehingga segenap orang Tumapel tahu bahwa Kebo Hijo mempunyai keris baru. Ken Arok menduga bahwa saat yang dinanti-nantikannya telah tiba. Keris diambil oleh Ken Arok tanpa sepengetahuan Kebo Hijo. Pada malam hari waktu telah sepi, Ken Arok masuk ke rumah Tunggul Ametung, ia langsung menuju tempat tidur Tunggu Ametung yang sedang tidur nyenyak, segera ditikamnya dengan keris Gandring. Baru keesokan harinya diketahui bahwa Tunggul Ametung telah mati ditusuk dengan keris milik Kebo Hijo yang masih tertancap di dadanya. Dengan serta merta, Kebo Hijo disergap oleh sanak saudara Tunggul Ametung, dikeroyok dan ditusuki dengan keris Gandring. Anaknya Kebo Randi menangisi kematian ayahnya. Melihat peristiwa itu, iba hati Ken Arok dan berjanji akan mengambilnya sebagai pekatik (abdi).
Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menjadi akuwu di Tumapel dan mengawini Ken Dedes. Di antara warga Tumapel, tidak ada seorangpun yang berani menentang. Pada waktu itu Tumapel adalah daerah bawahan Daha (Kediri), yang diperintah oleh Raja Kertajaya. Konon Raja Kertajaya juga disebut sebagai Dandang Gendis. Ia sedang berselisih dengan para pendeta Siwa-Budha, karena keinginannya untuk disembah sebagai Dewa. Keinginan itu ditolak, karena belum pernah terjadi pendeta menyembah raja. Untuk memperlihatkan kemampuannya, Kertajaya menancapkan tombaknya di tanah dan duduk diatas ujungnya. Namun, para pendeta tetap pada pendiriannya. Beberapa pendeta meninggalkan Daha dan pergi mencari perlindungan di Tumapel. Hal ini menambah jumlah pengikut Ken Arok yang sudah agak besar. Keturunan dan kerabat yang pernah berbuat baik kepada Ken Arok dipanggil ke Tumapel untuk menerima balas jasa dan diminta untuk menetap disana. Oleh para pengikutnya, Ken Arok diangkat sebagai raja dan mengambil nama abhiseka sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Sejak saat itu, Ken Arok tidak lagi menghadap Raja Kertajaya di Daha. Hal itu menimbulkan rasa curiga pada Kertajaya. Ken Arok diduga akan memberontak. Kertajaya bersumbar bahwa Daha tidak akan dapat ditundukkan oleh siapa pun, kecuali oleh Bhatara Guru (Dewa Siwa). Mendengar sesumbar itu, Ken Arok memanggil para pendeta dan rakyatnya untuk menyaksikan bahwa ia mengambil nama sebagai Bhatara Guru dan memerintahkan tentara Tumapel untuk bergerak menyerbu Daha. Pertempuran sengit antara tentara Tumapel dan Daha berkobar di sebelah utara Desa Ganter. Dalam pertempuran itu, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman, hulubalang Daha, tewas. Sehingga bala tentara Daha terpukul mundur dan lari mencari perlindungan. Raja Kertajaya pun melarikan diri mencari perlindungan di dalam candi. Daha pun jauh dalam kekuasaan Tumapel pada tahun 1222 Masehi.
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok memperoleh tiga orang putera dan seorang puteri, yaitu Mahisa Wunga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimbu. Dan perkawinan keduanya dengan Ken Umang, Ken Arok juga mempunyai tiga putera dan seorang puteri yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wregola dan Dewi Rambi. Putera sulung Ken Dedes keturunan Tunggul Ametung bernama Anusapati.
Bertahun-tahun lamanya kisah pembunuhan Tunggul Ametung dirahasiakan oleh Ken Dedes terhadap Anusapati. Namun, ketika Anusapati telah remaja dan ia merasa diperlakukan lain daripada saudara-saudaranya oleh Sang Amurwabhumi, muncullah rasa curiga di dalam hati Anusapati. Atas desakan pengasuhnya, Anusapati bertanya kepada Ken Dedes, mengapa Sang Amurwabhumi bersikap demikian. Jawab Ken Dedes, “Jika engkau ingin tahu, ayahmu yang sebenarnya ialah mendiang Tunggul Ametung. Ayahmu telah mati, ketika engkau masih di dalam kandungan. Pada waktu itu aku dikawini oleh Sang Amurwabhumi.” Anusapati bertanya lagi, “Apa sebabnya ayah meninggal?” Jawab Ken Dedes, “Dibunuh oleh Sang Amurwabhumi”. Pada saat itu Ken Dedes terdiam, merasa telah membocorkan rahasia. Anusapati bertanya lagi:”Ibunda, bolehkan saya melihat keris Gandring pusaka Sang Amurwabhumi?” Keris pun diperlihatkan Ken Dedes kepada Anusapati.
Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil. Pengalasan itu segera dipanggil dan diberi perintah untuk membunuh Sang Amurwabhumi dengan keris Gandring. Tanpa membantah, pengalasan itu pun pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta, Sang Amurwabhumi yang sedang bersantap ditikam dari belakang, mati seketika itu juga. Ketika itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja matahari baru saja tenggelam, tahun Saka 1169 (1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan itu pun lari untuk member laporan kepada Anusapati. Anusapati kemudian memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh, oleh hamba, ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya oleh Anusapati. Karenanya tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk orang dari Desa Batil. Anusapati telah membalaskan dendam dengan membunuh pengalasan itu:. Rajasa Sang Amurwabhumi pun dicandikan di Kagenengan.
Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil. Pengalasan itu segera dipanggil dan diberi perintah untuk membunuh Sang Amurwabhumi dengan keris Gandring. Tanpa membantah, pengalasan itu pun pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta, Sang Amurwabhumi yang sedang bersantap ditikam dari belakang, mati seketika itu juga. Ketika itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja matahari baru saja tenggelam, tahun Saka 1169 (1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan itu pun lari untuk member laporan kepada Anusapati. Anusapati kemudian memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh, oleh hamba, ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya oleh Anusapati. Karenanya tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk orang dari Desa Batil. Anusapati telah membalaskan dendam dengan membunuh pengalasan itu:. Rajasa Sang Amurwabhumi pun dicandikan di Kagenengan.
Hari Pendidikan Nasional
Hari Pendidikan Nasional
Dirayakan Indonesia
Jenis Nasional
Tanggal 2 Mei
Hari Pendidikan Nasional, disingkat HARDIKNAS, adalah hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa, diperingati pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya.[1]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.[2]
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
SEJARAH INDONESIA MELAWAN PENJAJAH JEPANG
TIGA SETENGAH TAHUN INDONESIA DI JAJAH JEPANG
HINDIA BELANDA - Ribuan prajurit Jepang melompat dari kapal-kapal pendarat dan kemudian bergerak maju untuk menguasai ladang minyak di Balikpapan. Sementara itu setelah menguasai Hindia Belanda, seperti Pulau Jawa yang suburHINDIA BELANDA – Ribuan prajurit Jepang melompat dari kapal-kapal pendarat dan kemudian bergerak maju untuk menguasai ladang minyak di Balikpapan. Sementara itu setelah menguasai Hindia Belanda, seperti Pulau Jawa yang subur
Pertaroengan diteloek Banten Menandoeng Sedjarah. Jedjadian ini tidak diloepakan oenteok selam-lamanja. Saat itoelah pada tg. 1 Maret 2602 Balatentara Dai Nippon mendarat dan menamatkan riwajat penindasan Belanda, Jang dimoelai oleh C.v Houtman pada tiga abad jang laloe. Rakjat menjamboet kedatangan Balatentara Nippon dengan gembira. Ternjata pendaratan hingga sekarang pendoedoek Banten-Sju bekerja giat bersama Balatentara.
Kutipan tersebut diambil dari majalah bergambar dua mingguan Djawa Baroe terbitan 1 Maret 2604 Showa atau 1944 Masehi, sebagai awal tulisan berjudul Kissah Pendaratan Balatentara Nippon Ditanah Djawa – Riwajat Belanda moelai dan tammat di Banten. Dalam tulisan ini, dikisahkan tentang daratan pasukan Jepang lainnya di Cretan dan Jawa Timur, hingga .ienyerahnya tentara Belanda. “…Dengan Tergesa-gesa Tjarda dan Ter Poorten lari e Kalidjati, hendak menemoei Panglima Balatentara Nippon. Maksoednja Menjatakan tidak tahan lagi berperang melawan Balatentara Nippon jang gagah berani itoe. Mereka hendak menjerah tidak memakai perdjandjian apa-apa. Balatentara Nippon melihat kedoea pahlawan Belanda ini merasa sangat kasihan dan menerima penjerahan nereka. Dengan perasaan sedih dan menjesal akan kekeliroean sendiri, maka Tjarda dan Ter Poorten keloear dari ,goeboek ketjil—tempat permoesiawaratan di Kalidjati dengan keinsafan, bahwa mereka terdieroemoes oleh Sekoetoenia, Inggeris-Amerika, jaitoe : “Memakloemkan perang pada Dai Nippon dengan tidak tahoe apa maksoednja !”
Sejak itulah Jepang berkuasa di Indonesia, salah satu negeri di Selatan atau Nanyo yang sudah lama diincarnya, baik karena kekayaan cumber alamnya maupun letaknya yang strategic dan menentukan untuk urat nadi perniagaan internasionalnya. Mengingat invasi Jepang terhadap Hindia Belanda dilakukan oleh kekuatan gabungan AL dan AD (Tentara ke-16) yang dipimpin Letjen Hitoshi Imamura, maka begitu seluruh wilayah ini berhasil didudukinya, langsung dibagi dalam dua kekuasaan. AL atau Kaigun menguasai Kalimantan dan semua wilayah Indonesia bagian timur, sementara Jawa Madura Berta Sumatra diserahkan kepada Rikugun atau AD.
Wilayah Indonesia sendiri seluruhnya berada di bawah Komando Selatan yang berpusat di Saigon, Vietnam. Pimpinannya adalah Marsekal (Darat) Hisaichi Terauchi, yang tugasnya mengawasi operasi militer Jepang di seluruh wilayah pendudukannya di Asia Tenggara. Dengan kekuasaan nyata di tangan militer, baik AD maupun AL, maka sistem pemerintahan pendudukan Jepang baik di Indonesia maupun wilayah lain di Asia Tenggara, semuanya bersifat militeristis.
Akhir bulan madu
Karena itu tidak heran apabila dalam waktu singkat “bulan madu” antara balatentara Dai Nippon dengan rakyat Indonesia meredup, lalu berakhir. Selanjutnya yang terjadi adalah bentuk penjajahan barn oleh sesama bangsa Asia. Aspirasi nasionalisme bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan yang telah dirintis sejak mass penjajahan Belanda, tidak lagi memperoleh tempat. Padahal sewaktu Jepang memasuki Indonesia, rakyat pada umumnya menyambut gembira, mengelu-elukan apa yang mereka kira akan menjadi “pembebas”.
Jepang pun pada awalnya dalam usaha memperoleh dukungan rakyat negeri-negeri, Asia Tenggara yang mereka serbu, selalu mengetengahkan slogan “Asia untuk bangsa Asia sendiri”, yang artinya bangsa Barat sebagai penjajah harus enyah dari Asia. Untuk itu jepanglah yang mempelopori pengusiran penjajah Barat dengan meletupkan perang Asia Timur Raya. Namun slogan itu pun dapat diartikan bahwa penjajahan terhadap bangsa Asia sebaiknya dilakukan oleh sesama bangsa Asia. Penjajah itu adalah Jepang sebagai bangsa Asia termaju yang memiliki aspirasi untuk berekspansi.
Pasukan Jepang tetap latihan rutin tempur dengan menggunakan senjata samuraiPasukan Jepang tetap latihan rutin tempur dengan menggunakan senjata samurai
Cara menjajah yang keras bahkan kejam dalam sistem pemerintahan militer, segera dirasakan oleh rakyat Indonesia, terutama mereka yang di luar Jawa. AL Jepang atau Kaigun yang tidak punya “pengetahuan dan pengalaman teritorial” seperti AD (yang pernah berkuasa atau memerintah di Formosa dan Manchuria), sikapnya lebih keras dalam menguasai rakyat. Karena itu tak mengherankan bila acap terjadi kekejaman dan pembunuhan massal yang dilakukan oleh Kaigun, seperti yang terjadi di Kalimantan dan wilayah lain di Indone¬sia Timur. Siapa pun baik perorangan maupun kelompok yang dicurigai bersikap anti-Jepang, langsung ditangkap oleh polisi militer AL yang disebut Tokkeitai. Dalam coal kekejaman, mereka ini Bering dianggap lebih brutal daripada Kempeitai, polisi militer AD yang amat ditakuti orang. Ketahuan menyembunyikan pesawat radio misalnya, berarti hukuman berat termasuk mati.
KEBAIKAN JEPANG-Selain dikenal sebagai tentara yang brutal dan ganas, tentara Jepang banyak yang bersikap baik. Salah satu kebaikan itu adalah membentuk satuan tentara ayng anggotanya dari pemuda lokal, Heiho, sehingga mereka mampu memiliki kemahiran bertempurKEBAIKAN JEPANG-Selain dikenal sebagai tentara yang brutal dan ganas, tentara Jepang banyak yang bersikap baik. Salah satu kebaikan itu adalah membentuk satuan tentara ayng anggotanya dari pemuda lokal, Heiho, sehingga mereka mampu memiliki kemahiran bertempur
Rakyat kelaparan
Karena Jawa dianggap lebih maju dan potensial daripada daerah-daerah lain ketika itu, maka sikap Jepang di Jawa “lebih modest” sekalipun tetap saja menerapkan kekuasaannya dengan keras. Bangunan ekonomi dan perdagangan tinggalan masa Belanda hancur, balk perkebunan, industri, maupun niaga. Kekurangan sandang dan pangan mewarnai kehidupan sehari-hari rakyat, sehingga tak jarang berbagai jenis tumbuhan atau hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi terpaksa dimakan, seperti bekicot dan daun-daunan. Pemerintah pendudukan Jepang selalu mendorong dan memaksakan peningkatan hasil pertanian makanan di Jawa, karena hasilnya sebagian besar harus disetorkan untuk mendukung upaya perangnya. Tak heran penduduk Jawa yang ketika itu sekitar 50 juta jiwa, banyak yang kelaparan. Tubuh orang-orang yang mati kelaparan, acap ditemukan tergeletak di pinggir jalan.
Dalam waktu senggangnya tentara Jepang juga menunjukan sifat manusiawinya seperti mengunjungi kebun binatang, Raden Saleh, Cikini, JakartaDalam waktu senggangnya tentara Jepang juga menunjukan sifat manusiawinya seperti mengunjungi kebun binatang, Raden Saleh, Cikini, Jakarta
Sebuah tulisan di Djawa Baroe pads 15 Maret 1944 menyebutkan days upaya untuk melipat gandakan hasil pangan di Jawa yang hasilnya wajib diserahkan kepada Jepang. “….berarti segala ichtiar dan tindakan jang sampai hari ini diambil oleh Goenseikanboe diperkokoh dan diperloeas. faitoe, misalnya tentang pengoempoelanpadi, atas kekoeasaan dan pertanggoengan djawab Sjoetjokan mengandjoerkan setjara koeat serta menggiatkan penjerahan padi. Dengan demikian diatoer perimbangan diantara keboetoehan Balatentara dengan keboetoehan dalam negeri. ” Pengumpulan padi atau bahan pangan ini diawasi dan dilakukan oleh organisasi yang dibentuk di setiap pelosok daerah yang dinamakan “Syokuryo Hanso Tai Shin Tai” atau barisan pelopor untuk pengangkutan bahan pangan. Tentu saja pengangkutan ini mengarah ke gudang pangan Balatentara Nippon.
Penderitaan akibat kurangnya bahan pangan ini tentu berdampak terhadap kondisi kesehatan, sehingga penyakit seperti busung lapar, beri-beri, dan berbagai penyakit lainnya akibat kurang gizi berkembang di tengah rakyat. Angka kematian pun meningkat. Rakyat mulai membenci Jepang karena penderitaan ini, tetapi mereka tidak mampu berbuat apa pun karena ketat dan kerasnya pengawasan serta tindakan dart Jepang dengan Kempeitai-nya. Sekalipun demikian pernah terjadi beberapa protes dan pemberontakan lokal akibat kewajiban menyerahkan hasil panenan kepada penguasa pendudukan Jepang. Misalnya yang terjadi di daerah Pekalongan dan Singaparna, yang lalu dipadamkan oleh tentara Jepang dengan kejam sehingga banyak petani terbunuh.
Banyak hal lain dilakukan pemerintah pendudukan Jepang, namun semua akhirnya tertuju demi kepentingan perangnya sendiri. Mulai dart pembentukan Tonari-gumi atau Rukun Tetangga, usaha meningkatkan produksi pangan, obat¬obatan, ban kendaraan, pengumpulan buah jarak, sekolah pelayaran, sekolah pertukangan, latihan kemiliteran untuk pemuda, pembentukan Heiho, dan tentara Pembela Tanah Air (PETA), hingga pembentukan Djawa Hookoo Kai atau Himpunan Kebaktian Rakyat (Jawa). Himpunan ini tujuannya adalah memobilisasi potensi segala lapisan dan golongan rakyat guna mendukung tercapainya “kemenangan akhir”