twitter
rss

Pulau Koh berpose di tengah jernihnya kolam terumbu karang yang berperairan jernih bak serpihan kristal dari batu zamrud
. Riak air berdecak mengajak seluruh awak speedboat yang merapat di bibir tipis pantainya untuk ikut mengagumi kilauan mentari di riak air berpuisi, bersihnya pasir, dan kombinasi warna tak terkira, di bawah naungan langit biru. Pulau ini kosong tak berpenduduk, dan akan lebih baik dijaga seperti ini,selamanya.

Kismis dive spot, berjarak 20 menitan dari Pulau Koh bila menggunakan speedboat, memiliki koral yang bermacam-macam jenisnya, menyeruak kepermukaan saat surut, dan hanya satu meter dari permukaan saat langit cerah. Lanskap alam yang berdetail warna biru dan hijau murni serta warna-warna  diantaranya terlalu mengundang untuk dilewatkan begitu saja. Airnya tak membuat kita kedinginan. Panasnya mentari tak terasa menyengat kulit tak berbaju.

Karang Meja (table coral) atau acrophora begitu subur menghampar, sunyi mendiami perairan Kismis. Di sudut lain ikan blue devil, damsel biru, ataukah springer's demoiselle yang juga bernuansa biru menari menghindar kamera bawah air. Dan sea star berwarna biru menyala, Linckialaevigata, menghiasi pengalaman snorkelling di Kismis. Ikan-ikan di perairan ini tak seperti di Bali yang sudah terbiasa dengan ramainya penyelam. Disini, ikan-ikan lebih sering menghindar dan lari bagai merpati, malu seperti kucing, saat didekati.

Slope yang berwarna menggelap menjadi persemayaman ribuan ikan berbondong-bondong, schooling fish. Plankton yang hanyut menjadi hidangan perasmanan alam bagi ikan di mata rantai makanan tingkat atasnya. Tak dapat tempat lain memberikan ketakjuban seperti di sini. Liburan kepantai bias beberapa kali dalam hidup kita. Tapi berapa kali kita menemukan puncak kepuasan dari liburan di pantai dan kepulauan terpencil seperti di sini.

Keberuntungan yang Apes Penyelam
Di perairan dangkal berkedalaman 20 meteran, jarak pandang15 hingga 20 meteran, dan itu biasa di Raja Ampat karena banyaknya pasir dari ribuan pulau-pulau di Raja Ampat dan plankton yang terbawa arus. Terumbu karang dengan berbagai bentuk dan ukuran menjadi resort peristirahatan hiu begong dan membiaknya ascidians yang menyerupai otak manusia raksasa, crenoid dan anemone tempat ikan dalam film “Finding Nemo” bermain-main. Ikan di Raja Ampat terkenal paling beragam, jauh lebih banyak dari Wakatobi, Bunaken, Banda, Karimun Jawa, Pulau We, atau tempat lainnya di planet bumi.

Akhir-akhir ini para penyelam selalu memilih hal paling ekstrim dalam pengambilan gambar bawah air. Kalau tidak lanskap wide angle, maka mereka akan selalu mencari gambar makro ikan-ikan kecil di balik pasir dan anemone-anemone yang mengkilau. Inilah impian para penyelam, berenang menemukan hal kecil yang hanya tutur kata yang dijadikan bukti atau hasil jepretan kamera berlensa makro yang dapat dibanggakan, kalau tidak untuk dijual mahal. Kerap kali Pak Cipto, seorang penyelam professional, mendapatkan momen paling berharga, seperti mendapatkan dirinya terlalu dekat dan ‘ditampar ’kepakan seekor pari Manta yang bergerombol dengan kawanannya, tapi ia hanya memegang kamera fotografi, dan bukan video kamera. Ia menyebutnya sebagai‘keberuntungan yang apes!’

Mencebur di jetty DesaFriwen
Pantai di Desa Friwen tak begitu istimewa dari kejauhan.Tapi Pak Ola, seorang dive master asal Wakatobi, bersikukuh mengajak ke tambatan speedboat yang menjorok ketepi tebing bawah air di Desa Friwen. Tak jauh sebelum kapal merapat, barulah dipahami arti ajakan itu. Ratusan ribu ikan kecil berpunggung hitam bergerombol seolah ada scenario dibaliknya. Ikan-ikan menggulung di antara tiang-tiang kayu pelabuhan yang berdiri dihempas ombak-ombak kecil. Seorang fotografer terjun dari speedboat mendekati woodstock-nya mahluk bawah laut ini. Perlahan ikan-ikan ini membuat formasi berputar mengelilingi sang fotografer dengan kamera underwater-nya, bagai jutaan ikan mengitari Kabah di tanah suci Mekah. Pengalaman ini bagai undangan alam bagi hati yang selalu terpikat oleh karya Tuhan di kedalaman air.

Ini adalah keajaiban di Raja Ampat. Kamera telah disiapkan, dibalut kulit keras transparan khusus bawah air. Meluncurlah fotografer tadi menyeruduk jalur gerombolan ikan di perairan Friwen. Mengelak dan mendekat untuk kembali menjauh, ikan-ikan tak terhingga hitungannya mengitari fotografer bawah air ini. Berputar-putar mereka mencurigai fotografer yang mengabadikan tingkah laku dan pergerakan gerombolan ikan-ikan ini. Bukan hanya merpati yang jinak atau kucing yang malu-malu, tapi jutaan insang hidup ini seolah mengadopsi sifat-sifat merpati dan kucing, yang jinak dan malu-malu. Semua scenario ini dapat dilihat hanya dengan berdiri tepat di atas dermaga atau jetty, di DesaFriwen.

Di bawah tiang dermaga, tumbuh puluhan bulu babi atau landak laut, sea urchins, tersebar menengadah ke arah wister yang tumbuh subur di kayu-kayu gelondongan penyangga. Ikan crocodile needlefish Nampak berenang dalam kelompok kecil, seolah ikut meramaikan sekeluarga ikan lain pengitar “manusiaKabah”. Di antara butiran pasir mengurai karena kepakan fins, Nampak ikan reef lizard fish berenang menghindar.

Di penghujung siang, langit mulai tertutup mendung. Kapal cepat yang meluncur kencang menyobek jalur kapal lain yang melintas beberapa detik di depannya menghadap awan kelam menggumpal. Rintik hujan terasa menaburi kulit tak berbaju para awak yang duduk menikmati sisa panas matahari dan hembusan angin laut, untuk kembali ke penginapan bernuansa penyelam, menghadiri undangan makan siang yang dijanjikan penuh dengan berbagai macam santapan bertema ikan bakar segar.

By : Meycin Permatasari

0 komentar:

Posting Komentar